PERETASAN

Era Peretasan 2: Munculnya Sisi Gelap Peretasan

Peretasan mengalami perubahan makna seiring dengan perkembangan teknologi komputer. Jika dulu peretas hanya berusaha mengeksploitasi batasan teknis sistem, kini mereka juga melanggar etika dan hukum.

Pada tahun 1980-an, muncul sisi gelap peretasan dengan penyebaran virus komputer, vandalisme digital, pencurian informasi pribadi, dan manipulasi sistem telepon. Peretasan sistem komputer di pusat penelitian, perusahaan, atau lembaga pemerintah menjadi tantangan yang menarik dan membanggakan bagi para peretas.

Beberapa kasus terkenal pada masa itu antara lain:

  • Kasus Clifford Stoll, di mana seorang peretas Jerman membobol lusinan komputer di Amerika Serikat untuk mencuri informasi tentang nuklir dan intelijen, lalu menjualnya ke Uni Soviet.
  • Kasus Internet Worm (Morris Worm) tahun 1988, sebuah program komputer yang memanfaatkan kerentanan internet dan menyebar dengan cepat ke komputer yang menjalankan sistem operasi UNIX, menyebabkan gangguan dan ketidaknyamanan bagi ribuan pengguna.

Kasus-kasus ini memicu pendirian Computer Emergency Response Team (CERT) di berbagai negara, termasuk Indonesia dengan Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional di bawah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Seiring dengan perkembangan teknologi, organisasi kriminal mulai merekrut peretas untuk melakukan spionase bisnis, pencurian, dan penipuan. Salah satu contohnya adalah kasus Vladimir Levin, seorang warga Rusia yang mencuri 11 juta dolar Amerika dari Perusahaan Keuangan Citicorp pada tahun 1994 dengan menggunakan kata sandi karyawan secara tidak sah. 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEJAHATAN DI DUNIA DIGITAL

Era Peretasan 3: Peretasan sebagai Alat yang Merusak dan Alat Kriminal